Prospek Ekonomi Indonesia 2010


Data terbaru menunjukkan bahwa perekonomian dunia mulai bergerak menuju pemulihan lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Sejak triwulan kedua 2009, sejumlah negara utama di berbagai belahan dunia sudah menunjukkan perbaikan berarti. Tanda-tanda menggembirakan berlanjut pada triwulan ketiga. Euro zone secara keseluruhan sudah membukukan pertumbuhan positif. Semua negara yang tergabung dalam BRIC (Brasil, Rusia, India dan China) mengalami strong rebound. Emerging markets Asia menjadi bintang pemulihan. Majalah Economist menjulukinya sebagai astonishing rebound. Indonesia termasuk di dalamnya, bersama-sama dengan China, Hong Kong, Korea dan Singapura.
Industrial production dan ekspor merupakan dua indikator yang memberikan pertanda kuat. Hampir semua negara pengekspor utama dunia telah beringsut dari titik terendah. Hanya perekonomian Amerika Serikat (AS) yang tampaknya masih digelayuti oleh ketidakpastian tinggi. Sekalipun pertumbuhan pada triwulan ketiga sudah positif, namun lebih rendah dari perkiraan.
 Perkembangan terakhir perekonomian Indonesia juga cukup menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi triwulan ketiga 2009 sudah kembali naik menjadi 4,2% dari angka terendah 4,0% pada triwulan sebelumnya. Laju inflasi diharapkan bertahan di bawah 4% hingga akhir tahun ini. Nilai tukar mulai stabil di kisaran Rp 9.400 per dollar AS. Ekspor year on year sudah beberapa bulan terakhir meningkat kembali. Penjualan sepeda motor, mobil dan semen sudah menggeliat lebih awal. Wisatawan mancanegara selama Januari-September 2009 bertambah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, walau hanya 1,07%. 
Di sisi lain, Indonesia pun memiliki modal dasar tambahan dengan terkereknya daya saing versi International Institute for Management Development dalam publikasi tahunan terbarunya, World Competitiveness Yearbook 2009. Urutan Indonesia tiba-tiba melambung ke posisi 42 tahun ini, dari urutan 51 tahun lalu. Peningkatan ini bukan disebabkan oleh pembenahan mendasar di dalam negeri, melainkan lebih karena negara-negara lain lebih banyak yang terkapar akibat krisis global.
Satu-satunya sektor yang sangat memprihatinkan ialah industri manufaktur (mencapai titik terendah pada triwulan ketiga dengan pertumbuhan hanya 1,3%). Tantangan bagi sektor industri manufaktur terus menghadang hingga tahun depan. Deraan krisis listrik makin menjadi-jadi. Ditambah lagi dengan implementasi Free Trade Agreement (FTA) ASEAN-China yang nyaris penuh mulai 2010. Tanpa FTA ini saja kita sudah keteteran menghadapi penetrasi produk-produk manufaktur dari China. Industri baja merupakan salah satu yang paling terpukul.
 Sektor pertanian dan pertambangan masih tumbuh lumayan, yakni masing-masing 3,4% dan 4,1% selama Januari-September 2009 dibandingkan dengan kurun waktu yang sama tahun 2008. Namun yang menjadi penopang utama tetap saja sektor jasa, utamanya jasa-jasa modern di kota besar. Menimbang potensi modal dasar yang kita miliki serta tantangan dan ancaman yang menghadang, tampaknya prospek ekonomi dan bisnis tahun 2010 akan sedikit lebih baik ketimbang tahun 2009.
Walaupun laju inflasi diperkirakan bakal lebih tinggi, namun belum tentu akan membuat overheating. Inflasi diprediksi sekitar 4,5% sampai 5,5%, sehingga tidak akan mendorong peningkatan suku bunga. Kuncinya adalah pengelolaan kebijakan moneter dan fiskal yang lebih efektif. Nilai tukar Rupiah rata-rata untuk tahun 2010 diperkirakan mengalami penguatan, ke sekitar Rp 9.250 sampai Rp 9.500 per dollar AS. 
Ada 3 faktor yang melatarbelakanginya. Pertama, sepanjang likuiditas yang melimpah di AS belum disedot kembali oleh The Fed, nilai US$ akan cenderung melemah. The Fed dalam waktu dekat tampaknya belum akan menaikkan suku bunga secara berarti karena akan mengancam pemulihan ekonomi. Kedua, dengan pasar domestik yang cukup besar, Indonesia semakin menarik bagi FDI. Beberapa sudah masuk, di antaranya tergolong baru, seperti Turki dan Polandia. Ketiga, Moody’s sudah meningkatkan rating Indonesia. Jika tidak ada halangan mendasar, S&P pun diperkirakan bakal melakukan upgrade dari BB+ menjadi BBB-. Dengan begitu, investor institusi akan semakin tertarik masuk ke pasar modal kita.
Sektor-sektor yang diperkirakan bakal mengalami akselerasi pertumbuhan adalah perdagangan, hotel dan restoran, serta industri manufaktur. Penyumbang peningkatan kelompok pertama adalah perdagangan, sedangkan kelompok kedua adalah industri otomotif, semen serta makanan dan minuman. Peningkatan bisa lebih tinggi seandainya persoalan listrik bisa cepat teratasi dan pembenahan logistik lebih cepat. Bertolak dari gambaran tentang kecenderungan tersebut, pertumbuhan ekonomi tahun depan diperkirakan berkisar antara 5,4% hingga 5,9%. Pertumbuhan di atas 6% tampaknya sulit terwujud.
 Ada dua hal yang perlu diwaspadai. Pertama, kemungkinan harga minyak menembus US$ 100 per barel. Pemulihan ekonomi dunia yang pesat akan meningkatkan real demand terhadap minyak. Selanjutnya, harga-harga komoditas juga berpotensi naik, walau tak akan setinggi yang terjadi pada tahun 2008. Kedua, walaupun Rupiah cenderung menguat, volatilitasnya masih cukup tinggi, mengingat arus modal masuk masih didominasi oleh modal jangka pendek yang jumlahnya lebih besar daripada cadangan devisa. Tentu saja prediksi tersebut akan meleset jika persoalan-persoalan politik dan hukum terus menggelayuti agenda bangsa. 

Pengarang        : Faisa Basri


0 comments:

Posting Komentar